KURIKULUM
ABAD 21
PENDAHULUAN
Madania mengajak
untuk berpartisipasi membangun masyarakat pembelajar (learning society),
menyongsong datangnya era baru yang merobohkan batas-batas wilayah
nasionalistas sehingga dunia terasa lebih kecil, namun wajah budaya, bahasa, dan
agama terasa lebih beragam.
Memasuki pergaulan global, bangsa Indonesia sangat memerlukan tampilnya generasi baru yang memiliki kompetensi, integritas, dan visi ke depan yang jelas. Dan itu semua harus disiapkan secara sadar, cerdas, dan berencana oleh pihak Pemerintah maupun masyarakat, terutama oleh orang tua yang menginginkan putra-putrinya siap, dan bahkan penuh antusias menghadapi masa depan yang penuh perubahan, inovasi, dan kompetisi.
Memasuki pergaulan global, bangsa Indonesia sangat memerlukan tampilnya generasi baru yang memiliki kompetensi, integritas, dan visi ke depan yang jelas. Dan itu semua harus disiapkan secara sadar, cerdas, dan berencana oleh pihak Pemerintah maupun masyarakat, terutama oleh orang tua yang menginginkan putra-putrinya siap, dan bahkan penuh antusias menghadapi masa depan yang penuh perubahan, inovasi, dan kompetisi.
Di Madania, setiap
individu adalah istimewa dan layak memperoleh pelayanan dan penghargaan yang
sama karena Tuhan telah menganugerahkan kita derajat dan hak-hak yang sama,
sekalipun dengan potensi, minat, dan pertumbuhan pribadi yang berbeda-beda.
Pendidikan Madania berusaha memberikan fasilitas dan bimbingan bagi pertumbuhan intelegensi siswa secara utuh, sehingga ukuran keberhasilan anak didik tidak diukur secara seragam, melainkan sesuai dengan potensi dan minat masing-masing. Di Madania, pendidikan karakter sangat dipentingkan karena pendidikan life skill disamping special skill akan sangat diperlukan dalam kehidupan mendatang yang penuh perubahan yang masih sulit diprediksi.
Pendidikan Madania berusaha memberikan fasilitas dan bimbingan bagi pertumbuhan intelegensi siswa secara utuh, sehingga ukuran keberhasilan anak didik tidak diukur secara seragam, melainkan sesuai dengan potensi dan minat masing-masing. Di Madania, pendidikan karakter sangat dipentingkan karena pendidikan life skill disamping special skill akan sangat diperlukan dalam kehidupan mendatang yang penuh perubahan yang masih sulit diprediksi.
TEORI MADANIA
Teori Belajar Kogntif, Konsep Dasar dan Strateginya. Teori Belajar Penemuan
(Discovery Learning). Teori ini disampaikan oleh Jerome Bruner (1966).
Merupakan suatu pendekatan dalam belajar, dimana siswa berinteraksi dengan
lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat dengan
sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasar dari
teori ini adalah siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep tersebut
mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan. (Prinsip belajar :
selidiki/inquiri dan temukan/discover).
Jerome
Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili
3 bentuk representasi:
1.
Enactive: Pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang
dilakukannya sepeti pengalaman langsung atau kegiatan konkrit
2.
Iconic: Masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar
atau grafis lainnya seperti film dan gambar statis.
3.
Symbolic: Suatu tahap dimana anak mampu memahami atau membangun
pengetahuan melalui proses bernalar dengan menggunakan simbol bahasa seperti
kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya, (Rinda Arsianah, 2008).
Teori
Pembelajaran Menurut Islam,
Kemampuan untuk belajar merupakan sebuah
karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah
menghadiahkan akal kepada manusia untuk mampu belajar dan menjadi pemimpin di dunia
ini. Pendapat yang mengatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yang tidak dapat
dari kehidupan manusia, ternyata bukan berasal dari hasil renungan manusia
semata. Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia
untuk selalu malakukan kegiatan belajar. Dalam AlQur’an, kata al-ilm dan
turunannya berulang sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub dalam wahyu yang
pertama turun kepada baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini
menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat
berupa menyampaikan, menelaah,mencari, dan mengkaji, serta meniliti. Selain
Al-Qur’an, Al Hadist juga banyak menerangkan tentang pentingnya menuntut ilmu.
Proses belajar-mengajar hendaknya
mampu menghasilkan ilmu yang berupa kemampuan pada tiga ranah yang menjadi
tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Selain itu, belajar adalah proses untuk mendapat ilmu, hendaknya
diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai manifestasi perwujudan rasa
syukur manusia sebagai seorang hamba kepada Allah SWT yang telah mengaruniakan
akal. Lebih dari itu, hasil dari proses belajar-mengajar yang berupa ilmu
(kemampuan dalam tiga ranah tersebut), hendaknya dapat diamalkan dan
dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan diri dan manusia. Buah ilmu
adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam koridor
keridhaan Allah, yakni untuk mengembangkan dan melestarikan agama Islam dan
menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya maupun orang lain. Inilah buah dari
ilmu yang menurut al-Zarnuji akan dapat menghantarkan kebahagiaan hidup di
dunia maupun akhirat kelak.
Para guru harus memiliki perangai yang terpuji. Guru disyaratkan memiliki sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), memiliki kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya) serta memiliki “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur), (Rosdiana, Dkk, 1997).
Para guru harus memiliki perangai yang terpuji. Guru disyaratkan memiliki sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), memiliki kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya) serta memiliki “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur), (Rosdiana, Dkk, 1997).
Teori Belajar Bermakna, Teori yang disampaikan oleh David
Ausebel (1969). Beliau berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi
kongitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Bermakna yaitu materi
pelajaran yang baru match dengan konsep yang ada dalam struktur kognisi siswa. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausebel beranggapan bahwa
aktivitas belajar siswa, terutama meraka yang berada di tingkat pendidikan
dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung.
Namun siswa pada pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita
banyak waktu. Untuk mereka, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta
konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi. Langkah-langkah yang biasanya
dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai berikut:
1.
Advance Organizer (Handout), Penyampaian awal tentang materi yang
akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima
materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru.
2.
ProgressiveDifferensial, Materi pelajaran yang disampaikan
guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian
dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
3.
IntegrativeReconciliation, Penjelasan yang diberikan oleh
guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui
dengan konsep yang baru saja dipelajari.
4.
Consolidation, Pemantapan materi dalam bentuk
menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham
dan selanjutnya siap menerima materi baru.
Model Pemrosesan Informasi
Teori
ini disampaikan oleh Robert Gagne (1970) dan berpendapat bahwa proses belajar
adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan
mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya. Terdapat 8 tingkatan
kemampuan belajar, dimana kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan
oleh kemampuan belajar ditingkat sebelumya. Adapun 8 tingkatan belajar tersebut
antara lain :
1. Signal Learning
Dari signal yang
dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu.
2.
Stimulus-Response Learning
Seorang anak yang memberikan respon
fisik atau vokal setelah mendapat stimulus –respon yang sederhana
3.
Chaining
Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus – respon yang sederhana. Channing terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa lisan.
Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus – respon yang sederhana. Channing terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa lisan.
4.
Verbal Association
Bentuk penggabungan hasil belajar
yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama sebuah objek / benda.
5.
Multiple Discrimination
Kemampuan siswa untuk menghubungkan
beberapa kemampuan chainning sebelumnya.
6.
Concept Learning
Belajar konsep artinya anak mampu
memberi respon terhadap stimulus yang hadir melalui karakteristik abstraknya.
Melalui pemahaman konsep siswa mampu mengidentifikasikan benda lain yang
berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki kararkteristik
dari objek itu sendiri.
7.
Principle Learning
Kemampuan siswa untuk menghubungkan
satu konsep dengan konsep lainnya.
8. Problem Solving
Siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip
yang telah dipelajari untuk mencapai satu sasaran, (Prasetya Irawan, 1997).
Kesimpulan
Dari uraian di atas maka para
pendidik dan para perancang pendidikan serta pengembangan program-program
pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar
dan pembelajaran. Berbagai teori belajar dan pembelajaran mempunyai teori-teori yang penting untuk
dipahami untuk praktik-praktik pendidian dan pembelajaran. Selain itu, juga perlu dipahami
implementasi pengajaran supaya tercipta pengajaran yang efektif. Bentuk-bentuk
implementasi pengajaran antara lain Pengajaran berbasis motivasi (Motivation
based teaching), Pengajaran berbasis perbedaan individual, Pengajaran
Berbasis Aktivitas, Pengajaran Berbasis Lingkungan, dll, yang dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga dapat menggunakan
pembelajaran yang bernuansa keislaman, supaya tetap menjaga akhlak yang baik
dalam kehidupan dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bisa merusak jati diri
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Arsianah, Rinda.2008.Konsep
Belajar Dalam Pendidikan.(online), di akses 05 juni 2012.
Irawan, Prasetya. 1997.Teori
Belajar. Program Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional
(PEKERTI). Pusat Antar Universitas_Dikti.Depdikbud.
Budiningsih, Asri,
Rosdiana, Dkk.1997. Belajar dan
pembelajaran. Rineka Cipta:Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar